Oleh: Muh. Dhuha Ghufron, SEI
Pengasuh Pesantren Mahasiswa STEI Hamfara
Mafahim Islam adalah pemikiran-pemikian yang bisa ditangkap langsung oleh akal manusia secara langsung, selama masih dalam batas jangkauan akalnya. Namun jika pemikiran-pemikiran tersebut diluar batas akal maka hal itu akan ditunjukkan secara pasti oleh sesuatu yang dapat diindera. Tidak ada satu pemikiran pun di dalam Islam yang tidak ada faktanya sehingga tidak menjadi mafhum. Artinya mafahim Islam itu memiliki fakta dalam benak dan dapat dijangkau oleh akal.
Berdasarkan hal ini, maka pemikiran-pemikiran Islam bersifat nyata, faktual dan ada didalam kehidupan. Sebab, semua pemikiran ini memiliki fakta didalam benak, didasarkan pada proses penginderaan dan berdasarkan pada akal. Karena itu, sebenarnya akal manusia menjadi asas bangunan Islam, yakni aqidah dan syari'at Islam. Aqidah dan hukum-hukum Islam merupakan pemikiran yang memiliki fakta dan dapat dijangkau oleh akal, baik itu berupa hal-hal ghoib, ide-ide, hukum-hukum tertentu dan lain-lain.
Aqidah Islamiyah adalah keimanan kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadla-qadar. Pembenaran terhadap semua rukun keimanan ini dibangun dari kenyataan yang ada dan seluruhnya memiliki fakta di dalam benak.
Iman kepada Allah, Al-Qur'an dan kenabian Muhammad saw dibangun diatas penemuan bahwa wujud (eksistensi) Allah itu azalli, tidak ada awal dan akhir bagi-Nya. Dan akal telah menemukan secara inderawi bahwa Al-Qur'an itu Kalamullah berdasarkan kemukjizatannya. Akal pun telah menemukan secara inderawi bahwa Muhammad saw adalah nabi Allah dan rasul-Nya, berdasarkan bukti yang nyata bahwa beliau membawa Al-Qur'an. Maka, ketiga hal ini, yaitu wujud (eksistensi) Allah, Al-Qur'an sebagai Kalamullah dan Muhammad sebagai nabi dan Rasulululloh dapat ditangkap oleh akal dengan perantaraan indera. Dengan demikian, tiga hal ini memiliki fakta yang dapat diindera dalam benak dan merupakan fakta yang nyata.
Adapun iman kepada Malaikat, kitab-kitab sebelum Al-Qur'an (seperti Taurot dan Zabur), nabi dan rasul sebelum Rasululloh saw (seperti Musa, Nuh, Isa Harun, Adam) dibangun berdasarkan kabar dari Al-Qur'an dan hadits Mutawatir. Kaum muslimin diperintahkan membenarkan adanya semua itu. Dan semua itu memiliki fakta dalam benak, karena berdasarkan sesuatu yang terindera, yaitu al-Qur'an dan hadits mutawatir. Berarti seluruhnya merupakan mafahim, sebab merupakan fakta dari ide-ide (Islam) yang dapat dijangkau dalam benak.
Sedangkan iman terhadap qadla' dan qadar, dibangun berdasarkan pengamatan terhadap perbuatan manusia; bahwa perbuatan manusia itu adakalanya dilakukan oleh manusia dan adakalanya menimpa manusia (qadla'); dan berdasarkan pengamatan bahwa kasiyat (potensi) yang dimiliki benda bukanlah berasal dari benda itu sendiri (qadar). Buktinya, pembakaran kayu dengan api perlu derajat panas tertentu yang berbeda dengan derajat panas untuk pembakaran besi. Seandainya kasiat panas itu berasal dari api itu sendiri, maka kebakaran itu dapat terjadi menurut kehendaknya sendiri tanpa tergantung pada derajat panas tertentu atau aturan tertentu. Dengan demikian jelaslah bahwa kasiyat (karakteristik atau sifat) suatu benda berasal dari Allah SWT bukan ciptaan yang lain. oleh karena itu qadla qadar dapat ditangkap oleh indera dan ada faktanya dalam benak sehingga menjadi mafahim, sebab merupakan fakta dari ide yang dijangkau oleh akal.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka aqidah Islam merupakan mafahim yang pasti adanya dan pasti penunjukkannya. aqidah Islam memiliki fakta dalam benak kaum muslimin yang dapat menginderanya atau mengindera sesuatu yang dapat menunjukkannya. dengan demikian aqidah Islam akan dapat memberi pengaruh besar terhadap manusia.
Sedangkan hukum-hukum syara', kedudukannya adalah sebagai pemecah terhadap kenyataan atau problematika hidup manusia. Didalam menyelesaikan seluruh problema hidup ini, diharuskan mengkaji dan memahami seluruh masalah yang dihadapi. Lalu mempelajari nash-nash syara' yang berkaitan dengannya sehingga seorang mujtahid bisa menemukan hukum masalah tersebut. Jika penerapan itu tepat, maka itulah hukum syara'. Jika tidak tepat, maka dicarilah nash-nash lain hingga ditemukan yang tepat dengan kenyataannya. Dengan demikian hukum-hukum syara' merupakan pemikiran yang memiliki fakta dalam benak (mafhum) sebab dapat diindera untuk memecahkan suatu masalah yang nyata. Maka, berdasarkan hal ini hukum-hukum syara' adalah merupakan mafahim.
Dari penjelasan ini, sesungguhnya aqidah Islam dan hukum-hukum syara' bukanlah pengetahuan yang sekedar untuk dihapal dan bukan pula sekedar pemuas akal. Tetapi keduanya merupakan mafahim yang mendorong manusia untuk berbuat, menjadikan perbuatannya selalu terkait, terikat dan teratur karenanya. Atas dasar inilah, maka seluruh ajaran Islam merupakan mafahim yang mengatur kehidupan manusia, bukan sekedar informasi mati atau pengetahuan kosong semata.
01 April 2009
ISLAM ADALAH MAFAHIM KEHIDUPAN BUKAN SEKEDAR MAKLUMAT
Posted by cah_hamfara
08.34, under | 1 comment
1 komentar:
seTuju Ustad,,,,,,
PesaNtreN Hamfara harus seLalu exizt hihihi
Posting Komentar